PENTIGRAF: Partiyem Selama Lockdown (Part 2)
Partiyem menitipkan daging
bantuan pemerintah kepada tetangganya yang memiliki kulkas. Dia belum punya ide
hendak diapakan daging itu. Di rumah, dengan sangat hati-hati Partiyem
meletakkan telur 2 kg bantuan pemerintah itu ke dalam ranji, almari
tradisional tempat menaruh makanan atau bahan
pokok. Telur itu masih terbungkus rapi dengan kresek. Partiyem mana tahu
bahwa pemerintah sudah mengeluarkan aturan pembatasan penggunaan kantong
plastik, termasuk kresek. Mungkin dalam
kondisi darurat seperti ini, tidak masalah mengesampingkan aturan-aturan yang
sudah dibuat. Mana tahu juga Partiyem bahwa plastik membahayakan lingkungan
hidup. Bagi dia, lebih bahaya bila dia dan keluarga tidak memiliki sembilan bahan pokok untuk menyambung hidup
sehari-hari. Partiyem sudah memiliki rencana dengan telur itu. Sore itu dia
ingin memecah tiga butir untuk dijadikan dadar sebagai lauk makan malam semua anggota keluarganya. Berarti, masing masing anggota keluarga itu akan
mengonsumsi tiga per empat telur. Prinsip kehematan tetap dipegang erat
oleh Partiyem. Meskipun ada 2 kg telur dan 1 kg
daging,
bukan berarti dia harus mengosumsinya dengan berlebih-lebihan. Jadi tiga butir untuk malam ini dirasa cukup.
Apalagi dia memiliki persedian cabe. Partiyem sangat suka dadar dicampur irisan
cabe rawit yang banyak sampai orang
akan sulit mengatakan, dadar telurkah itu, atau dadar cabe? Pedas membuat lauk menjadi awet, begitu
pikir Partiyem.
Nasi masak. Saat akan mendadar, Partiyem sekeluarga
dibuat pusing dengan minyak goreng. Minyak
bantuan dengan kemasan 5 liter itu cukup merepotkan mereka. Masalahnya, Partiyem kesulitan membuka tutup
jerigen minyak itu, mengingat
tutupnya bersegel cukup kuat. Maklum, dia
biasanya membeli minyak goreng botol kemasan 250 ml yang membuka tutupnya
sangat mudah. Partiyem
menggunakan pisau untuk mengiris segel di tutup ulir jerigen. Lama partiyem
berjuang membuka tutup jerigen itu tetapi tidak
berhasil. Narto, anak pertama Partiyem yang kernet truk itu akhirnya turun
tangan. Yah, dengan okolnya, bukannya akal, Narto mencoba membuka segel itu. Rupanya Narto juga kerepotan. Sri, adiknya
yang SMA sempat berpikir untuk mencari tutorial membuka tutup jerigen di
YouTube. Sayangnya, HP Galaxy V dengan layar 4 inci pemberian pamannya sudah beberapa minggu ini tidak terisi paket data. Tetangga pemilik wi-fi yang biasa dia tumpangi sedang pergi dan
mematikan hotspotnya. Adik Narto yang memiliki keterbatasan
mental, Ridwan tidak bisa diandalkan. Akhirnya dengan tambahan alat, obeng,
Narto berhasil membuka tutup jerigen itu, tetapi tutupnya rusak sehingga tidak
dapat dipakai menutup kembali dengan sempurna. Partiyem sumringah karena
rencananya mendadar bakal sukses. Setelah mengocok telur cukup lama, karena
semakin lama mengocok, pikir Partiyem dadar akan mengembang dan jadi banyak. Dia tidak tahu bahwa yang mengembang itu hanyalah
partikel udara yang disebabkan oleh terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul
protein sehingga rantai protein menjadi lebih panjang dalam telur kocok. Partiyem
menyiapkan wajan yang sudah dituangi sedikit
minyak di atas
tungku yang apinya sudah membara
sejak tadi. Wajan satu-satunya yang besar itu sangat “ideal” untuk menggoreng
dadar telur. Setelah minyak goreng panas, dituangkanlah telur kocokan tadi
dengan semangat. Belum lagi telur itu kepanasan, Partiyem buru-buru sedikit
mengangkat wajan dan menggoyangkan ke kiri, ke kanan, dan memutar-mutar persis seperti gerakan penambang emas
tradisional.
Dengan begitu telur jadi sangat melebar dan wow... mengundang selera. Irisan
cabe begitu merata bagaikan ditata. Bila tampak dari atas, semua akan mengira itu adalah
peyek kacang, saking banyaknya cabe iris. Tak
ingin terlalu gosong, Partiyem segera membalik telur itu. Begitu matang, dia
angkat wajan panas itu menggunakan masker pemberian tetangga yang ditekuk-tekuk
sebagai cempal. Padahal masker itu untuk menutup hidung dan mulut saat keluar
rumah dalam kondisi lockdown ini.
Makan malam sudah siap. Nasi satu bakul. Dadar telur
panas yang sudah diiris menjadi 4 bagian sama besar. Semua anggota keluarga
sudah siap makan malam. Partiyem dan Sri duduk di kursi meja makan, karena kursinya memang hanya dua. Sementara
Narto dan Ridwan duduk lesehan di lantai ruang
makan sekaligus dapur itu. Dengan penerangan yang memaksa mata berakomodasi maksimum,
mereka mulai makan malam sebagai keluarga yang bahagia. Begitu dua tiga suap
sudah mereka telan, Partiyem dan Sri saling bertatapan, hening, lalu menoleh ke
Narto yang juga menghentikan kunyahannya. Hanya Ridwan yang tidak terpengaruh,
cuek, dan melanjutkan makannya. Lahap sekali dia. Akhirya, “Ha..ha..ha….,”
pecahlah tawa mereka berbarengan. Rupanya Partiyem lupa membubuhkan garam pada
adonan telur tadi. Jadi dadarnya hambar. Buru-buru Partiyem menenangkan
anak-anaknya dan beranjak ke tempat garam, dan astaghfirullah… garamnya habis.
Partiyem lupa membeli garam setelah dia menghabiskan garamnya untuk menumis pakis
tadi pagi. Partiyem mengajak anaknya melanjutkan makan tanpa rasa sedap di
lauknya. Tetapi, mereka tetap bercanda ria. Sungguh makan malam senikmat itu
jarang dinikmati oleh keluarga-keluarga berada di sekitar Partiyem. Malah Narto
sempat memuji masakan ibunya sebagai pedas dan gurih. Sripun mengangguk setuju.
BS-LMJ (15/04/2020)
Sumber Gambar : Sumber Gambar: Gambar oleh Hai Nguyen Tien dari Pixabay
0 Response to "PENTIGRAF: Partiyem Selama Lockdown (Part 2)"
Post a Comment