PENTIGRAF: Partiyem Selama Lockdown
Baru saja
Partiyem akan mengangkat wajan tempat dia menumis pakis ketika terdengar pintu
depan rumahnya ada yang mengetok. Di lingkungan dia tinggal, hanya Partiyem
yang masih menggunakan tungku perapian dengan bahan bakar kayu untuk memasak.
Kompor gas bertungku satu pemberian pemerintah yang dia miliki hanya dipakai
sesekali saja karena harga gas elpiji cukup memberatkan dia, meski harganya
bersubsidi. Pakis yang ditumis dia dapatkan dari memetik di alam bebas setelah
kemarin dia menumis genjer atau eceng yang bahasa latinnya Limnocharis flava.
Tumisan Partiyem tergolong aneh, setelah hampir masak dia menambahkan lagi garam
dan cukup banyak air. Dengan begitu sayur itu bisa cukup untuk makan berempat
pagi itu, dia dan ketiga anaknya. Partiyem memang sudah menjanda cukup lama.
https://www.picuki.com/tag/KomporTradisional
Sejak beberapa
hari ini wilayah tempat dia tinggal dilakukan pembatasan sosial. Orang-orang
menyebutnya lockdown. Beberapa jalan masuk menuju lingkungannya tertutup
bagi orang luar yang akan masuk dan bagi orang dalam yang hendak keluar.
Simpul-simpul jalan masuk itu dijaga ketat oleh aparat dan tidak ada yang
berani melanggarnya. Hal ini diberlakukan ketika ada salah satu tetangga
Partiyem yang dinyatakan positif menderita COVID-19. Bagi Partiyem kondisi ini
tidak terlalu memengaruhi kehidupannya karena dia tidak harus ke kantor atau ke
pabrik atau ke tempat kerja lainnya. Malahan, hanya partiyem yang masih bisa
mengakses jalur dia setiap hari. Sawah! Ya, sehari-hari dia memang ke sawah
dimana jalannya bisa ditempuh lewat belakang rumahnya. Steril, tidak ada
penjagaan. Meski dengan adanya lockdown ini tidak banyak memengaruhi
kehidupannya, Partiyem memang sudah lemah dalam perekonomian. Dia baru pergi ke
sawah untuk “bekerja” kalau ada yang memintanya untuk membantu panen padi atau matun,
menyiangi rumput. Anaknya yang pertama hanya seorang pembantu sopir truk. Anak
keduanya memiliki keterbatasan mental. Anak ketiganya, perempuan, baru masuk
SMA.
https://nakita.grid.id/tag/kayu-bakar
Dengan menjawab
salam tamunya Partiyem buru-buru membukakan pintu. Di depan sudah ada dua orang
petugas dari desa didampingi oleh Pak RT dengan membawa paket bantuan. Mereka
semua mengenakan masker dan menjalankan physical distancing, suatu
protokol kesehatan rekomendasi badan kesehatan dunia WHO. Dag dig dug
gembira hati Partiyem menyambut kedatangan tamu ini. Dia menyilakan para
tamunya masuk tapi mereka menolak masuk dengan alasan terburu buru. Padahal
tidak. Faktanya mereka tidak sanggup untuk masuk melihat sempit dan kotornya
ruang tamu Partiyem. Di sana hanya ada sofa sudut yang busanya sudah habis dan
warnanya sangat kusam, pertanda usianya memang sudah uzur. Sebuah meja kaca berkaki
empat dimana yang satu kaki palsu bertengger di tengah. Semua barang itu
beralaskan lantai plesteran. Setelah bantuan diberikan dan Partiyem membubuhkan
cap jempol di berkas tanda terima, para petugas meminta untuk foto bersama.
Dengan action menyerahkan bantuan, Pak RT memotret mereka menggunakan HP
petugas. Maklum, sekarang yang penting foto-foto. Setelah sesi foto selesai
buru-buru petugas itu pamit pergi. Partiyem kegirangan ketika membuka parsel
yang dia terima. Parsel itu cukup besar nilainya: beras 10 kg, telor 2 kg, gula
2 kg, minyak 5 liter, daging 1 kg, dan uang dua ratus ribu rupiah. Partiyem
bingung akan dimasak bumbu apa daging itu karena memang belum tentu setahun
sekali juga dia memasak daging. Dibanding dengan pola konsumsi sehari-hari
Partiyem, bantuan ini jauh lebih lebih sehat, bergizi dan mewah. Masa pandemi
bagaikan hari raya buat Partiyem.Dalam kegembiraan itu Partiyem mendongak dan
menengadahkan kedua tangannya berdoa, ”Ya Allah, terima kasih atas rezeki yang
engkau berikan pada hambamu. Hamba mohon, perlama wabah ini Ya Allah agar hamba
mendapatkan bantuan lagi selama masa pandemi.”
0 Response to "PENTIGRAF: Partiyem Selama Lockdown"
Post a Comment